The term “lamp-shading” refers to a writing tool in which a writer acknowledges what has just occurred to signal to the audience that they know what has just happened and that they are aware that the audience knows what has happened.
Lampshade Hanging (or, more informally, “Lampshading”) is the writers’ trick of dealing with any element of the story that threatens the audience’s Willing Suspension of Disbelief, whether a very implausible plot development, or a particularly blatant use of a trope, by calling attention to it and simply moving on.
The creators are using the tactic of self-deprecatingly pointing out their own flaws themselves, thus depriving critics and opponents of their ammunition.
Lampshading adalah ketika pembuat atau penulis cerita dengan sengaja mengarahkan perhatian pembaca/penonton ke titik lemah sebuah cerita/plot sebagai sinyal kepada pembaca/penonton bahwa kelemahan (atau keanehan, atau kesalahan) tersebut adalah sesuatu yang memang disengaja atau disadari akan terjadi, dan tidak disembunyikan.
Lampshading seringkali digunakan sebagai cara untuk menangani masalah atau isu yang muncul dalam sebuah cerita.
“… nah, sebentar lagi pasti banyak haters yang muncul dan mem-bully.” adalah salah satu contoh sederhana dari lampshading, istilah overused kerennya… lampshading dengan kearifan lokal. Penulis/pembuat cerita sengaja mengarahkan perhatian ke titik masalah sejak awal untuk menunjukkan bahwa penulis memang tahu letak kesalahannya -namun tetap punya pembenaran untuk itu. Mengapa penulis perlu tahu kalau pembaca/penonton tahu kalau penulis melakukan kesengajaan? Salah satunya adalah untuk mengurangi kritikkan.